Pendidikan tauhid merupakan salah satu pendidikan yang wajib diajarkan, bahkan merupakan pendidikan yang secara terus menerus harus diberikan. Pendidikan merupakan suatu proses dalam upaya mendewasakan manusia dengan melalui usaha pengajaran dan latihan agar terjadi perubahan baik sikap maupun perilaku seseorang maupun kelompok orang (Poerwodarminto, 2005). Dalam melakukan tugas-tugas mendidik, orang dewasa dapat melakukannya dengan memberikan bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka merubah sikap dan perilaku seseorang, sehingga nantinya produk yang mendapatkan pendidikan tersebut dapat menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah di bumi Allah swtini.
Pendidikan yang pertama dan utama yang harus diberikan kepada setiap insan adalah pendidikan tauhid, bahkan pendidikan tauhid ini harus secara berkesinambungan dan terus menerus diberikan kepada setiap manusia, agar konsistensi keimanan dalam diri dapat terus terjaga. Karena itu, pendidikan tauhid sangat dibutuhkan, bahkan dalam mengajarkan ilmu-ilmu lain hendaknya diintegrasikan dengannya. Secara ctimologi (bahasa) tauhid sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Munawwir, berasal dari kata kerja wahhada, yang maknanya adalah mengesakan, mengakui dan menyatakan Yang Maha Esa (Munawwir, 1989). Secara sederhana makna tauhid adalah pengakuan atau keyakinan seorang hamba terhadap keesahan Allah swt sebagai zat yang maha kuasa.
Sedangkan secara terminologi (istilah), tauhid merupakan keyakinan terhadap keesahan Allah swt, meyakini bahwa hanya terdapat satu tuhan, yaitu Allah swt. Tidak ada yang layak dipanggil (disebut) sebagi tuhan, melainkan hanya Allah swt semata. Semua selain dari Allah swt adalah makhluk dan tidak boleh terdapat kepercayaan yang merasuk dalam hati, bahwa selain Allah swt masih ada yang pantas untuk dijadikan tuhan sebagai tempat meminta dan berharap, jika masih terdapat ha1 tersebut meskipun sedikit saja maka harus dihilangkan (Badrie, 1984).
Pengertian tauhid lainnya adalah bahwa tauhid adalah mengesakan dan meyakini Allah swt sebagai zat yang menciptakan, menguasai, dan mengatur segala bentuk kehidupan. Sehingga hanya pada Allah swt saja seorang hamba wajib untuk meyembah dan meninggalkan segala bentuk penyembahan selain dari penyembahan kepada Allah swt (Sukrilah, 2014). Dari beberapa pengertian (definisi) tauhid di atas, pada dasarnya memiliki makna yang sama yaitu mengesakan Allah swt,tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun dan menyembah hanya dengan-Nya, tidak kepada yang lain. Ilmu yang membahas atau mempelajari mengenai keesahan Allah swt, disebut dengan tauhid. Ilmu tauhid di dalamnya membahas persoalan-persoalan yang terkait dengan keimanan terutama yang berhubungan dengan masalahkeesaan Allah swt.
Dalam Alquran banyak ayat-ayat yang menyebutkan serta menjelaskan akan keesaan Allah swt, baik itu menyangkut keesaan wujud, sifat-sifatnya maupun perbuatan-Nya. Adapun di antara ayat- ayat yang mengindikasikan tentang tauhid antara lain: JS. at-Baqarah [2]: 163, JS. at-Baqarah [2]: 255, JS. at-Baqarah [2]: 133, JS. Hud [11]: 4, JS. Lukman [31]:13-15, JS. Yunus [10]: 101,JS.
az-Dzaariyat [51]: 21, Q_S. al-Ikhlas [112]: 1, JS. a1-‘Imran [3]: 60, JS. az-Zumar [39]: 62, JS. an-
Nahl [16]:36, JS. al-Mukminun [23]: 9, JS. al-Hadid [57]: 3, Q_S. al-A’raf [7]: 191 dan banyak lagi
ayat dalam Alquran yang mengindikasikan makna tauhid.
Pendidikan tauhid merupakan suatu proses pemberian bimbingan, pengajaran dan latihan terhadap seseorang agar diharapkan memiliki keyakinan yang kuat dan kokoh terhadap Allah swt, sebagai satu-satunya tuhan yang disembahnya (M. Yusran Asmuni, 1993). Dengan demikian, pendidikan tauhid merupakan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang di dalamnya bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai tauhid, yang diberikan oleh orang dewasa sebagai proses perubahan baik sikap maupun tingkah laku pada diri seseorang ataupun kelompok orang, agar nantinya memiliki keyakinan yang kuat dan kokoh terhadap keberadaan Allah swt sebagai satu-satunya zat yang layak disembah dandipuji.
Dalam memberikan pendidikan tauhid sebaiknya tidak hanya dilakukan secara lisan dan tulisan saja, akan tetapi dalam pembimbingan tauhid ha1 yang terpenting adalah dengan sikap dan tingkah laku. Memberikan pendidikan tauhid harus dimulai sejak anak masih berusia dini, bahkan pendidikan tauhid diberikan sejak anak masih di dalam kandungan. Sebab pada dasarnya, sebelum manusia dilahirkan Allah swt telah memberikan pendidikan tauhid kepada manusia, dengan mengadakan dialogdenganruhtentangsiapatuhan.HalinisebagaimanainformasidalamAlquransurata1-‘Araf [7]:172.
Dalam mendidik tauhid seorang pendidik harus memahami ruang lingkup dalam tauhid tersebut.
Adapun ruang lingkup tauhid yang harus dipahami, di antaranya adalah:
Tauhid Rububiyah
Kata rabb secara etimologis memiliki banyak makna, di antaranya mengembangkan, menumbuhkan, mendidik, memelihara, memperbaiki, menanggung, mempersiapkan, penguasa, memimpin, mengatur dan lain sebagainya (Ilyas, 2007). Tauhid rububiyah secara terminologi dapat diartikan dengan seorang hamba mengesakan allah swt dari segala perbuatannya, dengan meyakini bahwa Allah sebagai satu-satunya penguasa, pencipta, pemelihara, dan pengatur segala alam semesta.
Dalam Alquran banyak terdapat ayat-ayat yang berbicara mengenai tauhid rububiyah antara lain: QS. al-Fatihah [1]: 2, QS. an-Nass [114]: 1, QS. a1-An’am [6]: 164, dan banyak lagi ayat-ayat lain dalam alquran yang berbicara mengenai tauhid rububiyah. Dengan demikian materi mengenai tauhid rububiyah, yaitu pengenalan mengenai kewajiban seorang hamba dalam mengesakan Allah swt dari segala perbuatannya, dengan meyakini bahwa Allah swt itu sebagai satu-satunya penguasa, pencipta, pemelihara, dan pengatur segala alam semesta. Karena itu, dalam melakukan pendidikan tauhid maka seorang pendidik harus berusaha agar peserta didiknya mengimani bahwa hanya Allah swt satu- satunya al-khalik (pencipta), at-malik (penguasa) dan al-mudabbir (pengatur kehidupan seluruh makhluk.
Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah merupakan suatu perbuatan pengesahan Allah swt dalam bentuk segala ibadah yang diperbolehkan olehnya. Maka seorang hamba yang bertauhid dengan tauhid uluhiyah ini akan menjalankan segala ibadah melainkan hanya untuk Allah swt semata. Materi tentang tauhid uluhiyah, yaitu pengenalan mengenai seorang hamba tentang kewajiban beribadah hanya kepada Allah swt saja, serta tidak boleh melakukan peribadatan dan melakukan penyembahan kecuali hanya pada Allah swt saja. Dengan demikian, ibadah salat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lain jika dilakukan bukan semata-mata karena Allah swt atau dilakukan untuk selain Allah swt, maka ibadah tersebut haram untuk dilakukan.
Dalam Alquran banyak terdapat ayat-ayat yang berbicara mengenai tauhid uluhiyah antara lain QS. an-Nahl [16]: 36, JS. az-Zumar [39]: 11, JS. a1-A’raf [7]: 65, 73 dan 85, serta banyak lagiayat
yang bercerita tentang tauhid uluhiyah. Dengan demikian, dalam mendidik tauhid maka seorang pendidik harus menanamkan kepada yang dididiknya terhadap prinsip dalam tauhid uluhiyah, yaitu melakukan penyembahanhanyaterhadapAllahswtsaja,tidakmelakukan penyembahankepadaselain Allahswt.
Tauhid al—Asma’ was—Shifat
fi/-fiimn’ memiliki makna yaitu nama-nama, sedangkan as-Shifat memiliki makna yaitu sifat- sifat. Allah swt memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang menunjukkan ke-Mahakuasaan Allah swt. Terdapat dua metode dalam mengamalkan tauhid al-Asma’ was-Shifat, antara lain: Pertama, Itsbat adalah mengimani bahwa hanya Allah swt yang memiliki a1-Asma’was-Shifat yang menunjukkan ke- Mahakuasaan dari Allah swt. Seperti, Allah maha melihat dan mendengar. Kedua, Nafyu adalah menafikkan segala al-Asma’ was-Shifat yang menunjukkan ketidak sempurnaan Allah swt. Seperti, menolak adanya makhluk yang serupa atau sama dengan Allahswt.
Dalam Alquran banyak terdapat ayat-ayat yang berbicara mengenai tauhid al-Asma’ was-Shifat, antara lain: JS. at-‘Araf [7]: 180.
Nama-nama dan sifat-sifat Allah swt, lebih dikenal dengan sebutan Asmaul Husna. Dalam mendidik tauhid seorang pendidik harus memiliki tujuan akhir yaitu peserta didiknya harus meyakini terhadap kemahakuasaan Allah terhadap segala yang disebutkan pada nama-nama dan sifat-sifat allah dan peserta didik juga mampu menteladani sifat sebagaimana sifat Allah swt yang terkandung dalam asmaul husna.
Metode Pendidikan Tauhid dalamAlquran
Metode merupakan langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam bahasa Arab, metode disebut juga dengan Thariqah, yang artinya jalan (Ramayulis, 2006). Jika dikaitkan dengan pendidikan maka metode merupakan suatu cara yang dipergunakan oleh pendidik saat terjadinya proses pembelajaran yang dilakukan untuk membelajarkan peserta didik. Adapun metode yang digunakan untuk melakukan pendidikan tauhid dalam Alquran, di antaranya adalah:
PENDIDIKAN TAUHD DALAM AL-@URAN
Metode Inquiry
206
Metode inquiry merupakan salah satu metode mengajar yang memiliki makna mengadakan penyelidikan dan melakukan pemeriksaan. Metode ini sebenarnya telah diisyaratkan dalam Alquran terutama dalam pengajaran tauhid. Metode ini sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ketika mencari tuhan. Ketika Ibrahim ingin mencari kebenaran mengenai siapa tuhan sebenarnya, maka Ibrahim melakukan penyelidikan, dengan melihat, mengamati dan menganalisis segala sesuatu yang ada disekitarnya. Nabi Ibrahim awalnya melihat berhala, akan tetapi dalam penyelidikan dan pengamatanya secara logika berhala atau patung buatan ayahnya bukanlah tuhan. Kemudian ia melihat di malam hari bintang yang indah, akan tetapi dalam pengamatan dan penyelidikannya bintang bukan juga tuhan. Kemudian ia melihat bulan dan matahari, akan tetapi juga sama dalam pengamatan dan penyelidikannya bulan dan matahari juga bukan tuhan. Maka dalam proses pengamatan dan penyelidikan tersebut, sampailah pada titik kepercayaan bahwa ada yang menciptakan bintang, bulan dan matahari, yaitu Allahswt.
Dengan demikian, melalui proses proses pengamatan dan penyelidikan terhadap alam semesta (ayat kauniyah) akan dapat menyampaikan seseorang pada pengetahuan akan adanya Allah swt. Bahkan Allah swt pada surat ali-Imran ayat 90, menyebutkan bahwa pada penciptaan alam semesta di dalamnya terdapat tanda-tanda adanya Allah bagi orang-orang yang berakal (Kementrian Agama RI, 2007). Karena itu, bagi orang-orang yang berakal menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah swt akan menambah dan memperkuat ketauhidannya kepada Allah swt.
Sumber: MISYKAT AL-ANWARJURNAL KAJIAN ISLAM DAN MASYARAKAT VOLUME 30,NO 2, 2019
Negara kita adalah negara yang berketuhanan yang Maha Esa (sila pertama pancasila). Artinya, negara RI memberi penghormatan tinggi kepada kehidupan beragama kepada semua agama. Memberi tempat yang baik kepada nilai-nilai keagamaan di dalam peraturan perundangan. Tidak boleh ada UU yang bertentangan dengan nilai agama. Hari besar agama banyak kita jadikan sebagai hari besar dan hari libur (kantor) nasional.
Karena itu, kita menganggap bahwa Indonesia adalah negara religius. Selanjutnya kita menganggap bahwa orang Indonesia itu dengan sendirinya (secara otomatis) juga religius, yaitu manusia yang
bertuhan. Buktinya setiap tahun jumlah orang yang pergi haji dari
Indonesia adalah yang terbanyak sedunia. Jumlah yang pergi umrah
juga banyak. Rumah ibadah bertambah terus setiap tahun. Suasana ramadhan selalu semarak dengan aktivitas keagamaan.
Tetapi kita juga melihat kenyataan bahwa Indonesia adalah negara
yang termasuk tertinggi prestasinya dalam korupsi. Indeks Persepsi
Korupsi yang dikeluarkan Transparansi Internasional Indonesia tahun
2007 lebih buruk dibanding tahun 2006, dan termasuk yang terjelek di
dunia. Jenis korupsinya pun beraneka ragam, pelakunya banyak sekali
dan dari berbagai kalangan. Ada yang melakukannya sendiri-sendiri
ada juga yang berjamaah. Yang menarik, tidak banyak pelaku yang
dihukum, apalagi yang tingkat tinggi dan jumlah korupsinya besar
(kelas kakap). Korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan itu akhirnya
membuat banyak anak bangsa hidup miskin ditengah sumber daya alam yang kaya raya. Tidak jarang di antara kaum lemah yang termiskinkan itu yang akhimya meninggal dunia karena kurang gizi atau sakit dan
tidak kunjung mendapat pengobatan yang layak.
Dua cendekiawan Islam mernyatakan bahwa pendidikan agama (Islam) gagal. Musdah Mulia menyatakan hal itu (Suara
Pembaruan 21/12/09) berkaitan dengan pembakaran gereja di Bekasi
(17/12/09). Haidar Bagir dalam majalah Tempo (21-27/12/09) menyatakan
hal itu dikaitkan dengan kenyataan masih maraknva praktek korupsi.
Seorang kawan menanyakan kepada saya mengapa ada santri
pesantren di Jombang yang tewas karena dikroyok oleh kawan-
kawannya? Tersirat bahwa pertanyaan kawan itu juga mengandung
sinyalemen atau gugatan bahwa pendidikan agama (Islam) telah gagal.
Musdah Mulia menyatakan bahwa orang tua, masyarakat,
keluarga, tokoh agama dan pemerintah tidak mengajarkan agama secara
seluas-luasnya sehingga solidaritas antar umat beragama tidak terjalin
dan berakibat sektarianisme masih terjadi. Apabila gereja dirusak, maka
umat agama lain merasa bahwa itu bukan urusan mereka, padahal itu
adalah urusan bersama.
Haidar Bagir menyatakan bahwa keislaman kita lebih pada urusan
legal formalistik ketimbang pada pemikiran dan akhlak. Bagi Haidar,
agama adalah akhlak. Puncak keberagamaan seseorang bukan dinila
dari ibadah atau dari akhlak. Dia tidak mengatakan bahwa akidah tidak
nting, tetapi mengukur kuat-tidaknya akidah seseorang itu harus dari
Kalau orang keras dalam beriIslam tapi masih menenggang Korupsi, pasti akidahnya tidak benar.
Salahudin Wahid, Berguru pada Realitas Refleksi menuju Indonesia bermartabat, (UIN Maliki Press, 2011), h.115