1. Imitasi Teman
Imitasi yaitu proses sosial atau tindakans eseorang untuk meniru orang lain, baik sikap penampilan, gaya hidupnya, bahkan apa-apa
yang dimilikinya. Imitasi pertama kali muncul di
lungkungan keluarga, kemudian lingkungan
tetangga dan lingkungan masyarakat. Kawan- kawan sebaya (peers) adalah remaja dengan usia
atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama.
Perilaku seks bebas remaja yang terjadi dikalangan remaja biasanya disebabkan karena meniru remaja
atau teman yang lain melakukan perilaku seks
bebas (free sex) dengan pasangannya. Bentuk
perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja ini
dikarenakan mereka melakukannya didasari atas
rasa ingin tahu dan coba-coba atau meniru
dengan apa yang dilakukan oleh teman-temannya
yang lain. Proses peniruan yang dilakukan oleh
remaja ini dikarenakan remaja masih bertanya-
tanya soal seks. Dengan demikian remaja
hendaklah dibekali ilmu tentang seks (sex
education). Inilah tugas keluarga dan sekolah
mendidik dan membina anak remaja menjadi
remaja yang taat dengan tata nilai, norma, adat-
istiadat, agama dan sebagainya.
2. Pengaruh Media Massa/Televisi
Media massa baik media koran, majalah,
televisi, dan internet yang menampilkan gambar- gambar pornografi sehingga remaja ikut terperangkap
ke hal yang negatif dalam pergaulan dengan
pasangannya.Juga ikut mempengaruhi atas perilaku
remaja saat ini khususnya remaja yang ada di Desa
Saliguma. Menurut Dwyer (Luqman,2014:84)
televisi adalah media potensial sekali, tidak saja
menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk
perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun
negatif, disengaja atau tidak.
Sehubungan dengan hal di atas, banyak
gaya dari para remaja dengan pengaruh media massa
atau televisi yang tidak mendidik.
3. Disharmonis Keluarga
Disharmonis keluarga adalah kondisi
retaknya struktur peran sosial dalam suatu unit
keluarga yang disebabkan satu atau beberapa anggota
keluarga gagal menjalankan peran serta kewajiban
mereka sebagaimana mestinya. Keluarga disharmonis
tidak memiliki ikatan yang erat antara satu dengan
yang lainnya di dalam keluarga sehingga berdampak
negatif bagi kehidupannya.
Anak/remaja yang dibesarkan dalam
lingkungan sosial keluarga yang tidak
baik/disharmoni keluarga, resiko anak untuk
mengalami gangguan kepribadian menjadi
berkepribadian antisosial dan berperilaku
menyimpang lebih besar dibandingkan dengan
anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga
sehat/harmonis. Pada kasus orang tua yang
mengetahui anaknya sudah menjalin hubungan
pacaran, tetap saja orang tua tidak pernah menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan masalah
seksual, seperti sejauh mana kontak fisik antara anak
dengan pacarnya. Dengan demikian orang tua tidak
mendapat gambaran yang utuh tentang perilaku
berpacaran anaknya. Akan tetapi, tidak semua
kelurga tidak utuh akan menjadi keluarga broken
home. Demikian halnya anak-anak remaja di Desa
Saliguma yang mengalami rasa kecewa terhadap
kedua orang tuanya karena cerai akhirnya anak-anak
tidak diperhatikan akibatnya anak menyimpang dan
melampiaskan rasa kecewa tersebut dengan
meniadakan aturan dan jadi seorang yang tidak taat
terhadap norma-norma yang ada di masyarakat.
4. Ingin Tahu dan Coba-coba
Sifat manusia mengetahui dan mencoba
tentang sesuatu hal boleh saja, akan tetapi tidak
membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Kebanyakan remaja sekarang tidak peduli terhadap
apa yang terjadi, artinya tidak mengetahui apa yang
boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
di masa mereka. Akan tetapi mereka tidak menguasai
tugas remaja yang penting dengan lawan jenis dan
tidak mengerti memainkan peran yang tepat dengan
seksnya. Dorongan untuk melakukan hal ini datang
dari tekanan-tekanan sosial dan keinginan tentang
seks. Karena meningkatnya minat pada seks, remaja
selalu berusaha mencari lebih banyak informasi
mengenai seks.
5. Kebiasaan (Habit)
Kebiasaan (Habit) adalah dorongan untuk
melakukan sesuatu pekerjaan karena pengaruh
lingkungan. Mula-mula coba-coba, kemudian agak
sering dan akhirnya menjadi kebiasaan. Jika habit itu
adalah yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
masyarakat, sebaiknya hal itu terus dikembangkan.
Misalnya kebiasaan berpakain rapi, kebaiasaan
bersembahyang, bangun pagi, dan sebagainya. Akan
tetapi habit seperti seks bebas (free sex) hal itu perlu
dibasmi. Habit dapat juga menjadi motif atau
kebutuhan, sehingga orang yang mempunyai habit
tertentu akan berusaha memenuhi kebutuhannya
semaksimal mungkin. Bagi anak-anak habit yang
baik harus dikembangkan sedini mungkin. Jika ia
terlanjur dewasa baru akan menanamkan habit yang
baik, hal itu tentu mengalami kesulitan, karena
mungkin pada diri orang tersebut telah tumbuh dan
berkembang pula habit ataupun sikap-sikap tertentu
(Sofyan, 2008:53)